Korea yang terkenal dengan K-Pop dan Korean Drama-nya ternyata
mempunyai beberapa kemiripan dengan Indonesia dalam hal kesenian, entah
itu tarian maupun alat musik. Tarian yang mirip yaitu tari kipas di
Korea dan tari kipas di Indonesia yang berasal dari Sulawesi Selatan.
Sementara itu, melalui drama “Heartstring” dijumpai alat musik gayageum yang dimainkan oleh tokoh utamanya. Gayageum sangat mirip dengan alat musik suku Sunda di Indonesia, kecapi. Gayageum dimainkan dengan cara dipetik, sama seperti kecapi. Gayageum mempunyai dawai-dawai, begitu pula dengan kecapi.
Kata kunci: gayageum, kecapi, Korea, Indonesia
Kecapi di Korea
Alat musik rakyat asli Korea telah berkembang sejak masa prasejarah sampai masa Silla Bersatu (668-935). Pada masa tiga kerajaan (57 SM – 668) beberapa jenis alat musik dari Asia Tengah diperkenalkan ke Korea. Alat musik Cina dari Dinasti Tang diperkenalkan di akhir periode Silla Bersatu dan dari Dinasti Song pada masa Dinasti Goryeo (918-1392), sehingga meningkatkan jumlah alat musik Korea. Para musisi Korea dapat melakukan eksperimen dengan alat-alat musik tersebut. Alat-alat musik Cina lama kelamaan diadaptasi menjadi alat musik Korea pada masa Dinasti Joseon (1392-1910).
Gayageum (hangul: 가야금. hanja: 伽倻琴) merupakan alat musik petik tradisional yang diciptakan oleh seorang raja dari Kerajaan Gaya pada 1500 tahun yang lalu. Berdasarkan babad Samguk Sagi (1145), alat musik ini diciptakan oleh raja ke-6 dari Kerajaan Gaya yakni Raja Gasil. Gayageum kemudian disebarkan ke Kerajaan Silla dan masih dimainkan hingga kini.
Gayageum terbuat dari belahan pohon Paulownidengan panjang 150cm dan lebar 30cm. Gayageum atau dikenal juga dengan sebutan kecapi di Korea ini dibedakan menjadi empat kelompok yaitu kelompok Hyang, kelompok Tang, kelompok alat musik istana, dan kelompok alat musik ‘Barat’. Kecapi kelompok Hyang terdiri atas gayageum (가야금) dan geomunggo (거뭉고). Gayageum adalah kecapi yang memiliki 12 buah senar dan ditemukan pada abad ke-6 di Kerajaan Gaya. Gayageum dibagi menjadi 2 jenis, yakni sanjo dan jeongak. Sanjo gayageum digunakan untuk pementasan musik solo dan jeongak gayageum untuk pementasan musik orkestra. Sementara itu, geomunggo adalah jenis kecapi yang memiliki 6 buah senar dan ditemukan di Kerajaan Goguryeo. Jenis geomungo dibagi dua jenis, yakni sanjo geomungo dan jeongak geomungo.
Kelompok kecapi Tang sebenarnya mempunyai dua spesifikasi, yaitu haegeum dan ajaeng kecapi. Akan tetapi, haegeum ini bentuknya menyerupai rebab, sehingga dapat dikatakan tidak termasuk kecapi. Walaupun demikian, berdasarkan salah satu sumber dari blog yang membahas “Alat Musik Tradisional Korea” menyebutkan bahwa haegeum termasuk dalam kecapi kategori Tang. (http://koreanholicmania.blogspot.com/2012/01/alat-musik-tradisional-korea.html) Sementara itu, ajaeng merupakan kecapi gesek yang bersenar tujuh. Ajaeng kecapi dibedakan lagi menjadi tiga jenis ajaeng yakni jeongak ajaeng, the sanjo ajaeng, dan daejaeng.
Di samping kelompok kecapi Tang dan Hyang, ada juga kecapi kelompok alat musik istana. Maksud dari kelompok kecapi yang dinamakan alat musik istana ini karena dua jenis kecapi ini lebih dominan digunakan di lingkungan istana. Kecapi yang sering dimainkan di istana ini terdapat dua jenis, yaitu geum dan seul. Geum merupakan jenis kecapi bersenar tujuh. Geum ini digunakan dalam pementasan musik istana pada zaman Dinasti Joseon, tetapi sekarang sudah tidak digunakan lagi. Sementara itu, seul adalah kecapi yang memiliki 25 senar dan saat ini tak lagi dimainkan. Alat musik ini digunakan dalam pementasan musik istana Dinasti Joseon. Satu lagi kelompok kecapi di Korea, yakni kecapi yang dikelompokkan ke dalam kelompok kecapi Barat. Untuk kelompok yang satu ini hanya ada satu jenis, yaitu yanggeum yang merupakan jenis kecapi (dulcimer) yang berasal dari Eropa dan masuk dari Cina pada abad ke-18. Dengan demikian, kecapi yang terkenal dan dimainkan dalam drama Korea “Heartstring” tersebut adalah gayageum, yang merupakan kecapi kelompok hyang.
Kecapi di Indonesia
Kecapi Indonesia yang berasal dari suku Sunda ini merupakan alat musik petik yang bentuk organologinya yaitu sebuah kotak kayu yang di atasnya berjajar dawai atau senar. Kotak kayu tersebut berguna sebagai resonatornya. Terdapat dua jenis kecapi dilihat dari fungsi dan bentuknya, yaitu kecapi siter dan kecapi parahu (Kecapi Indung). Kecapi siter digunakan untuk mengiringi lagu-lagu kawih, sedangkan kecapi parahu (indung) digunakan untuk mengiringi tembang Sunda (mamaos/Cianjuran).
Kata kacapi dalam Bahasa Sunda merujuk kepada tanaman sentul, yang dipercaya kayunya digunakan untuk membuat alat musik kacapi. Alat musik tradisional (kecapi) merupakan alat musik klasik yang selalu mewarnai beberapa kesenian di tanah Sunda, Jawa Barat. Sekilas tampaknya kecapi seperti alat musik sederhana, tetapi untuk membuatnya tidaklah gampang. Untuk bahan bakunya saja terbuat dari kayu Kenanga yang terlebih dahulu direndam selama tiga bulan. Sementara senarnya, kalau ingin menghasilkan nada yang bagus, harus dari kawat suasa (logam campuran emas dan tembaga), seperti kecapi yang dibuat tempo dulu. Berhubung suasa saat ini harganya mahal, senar Kecapi sekarang lebih menggunakan kawat baja.
Nada dalam kecapi Sunda memiliki lima tangga nada (pentatonis) yaitu Da (1), Mi (2), Na (3), Ti (4), dan La (5). Biasanya kecapi Sunda selalu dimainkan bersamaan atau dengan suling Sunda yang terbuat dari bambu. Alunan musik yang mengalir akan terasa mempesona pada telinga kita jika di mainkan keduanya.
Ada dua macam bentuk musik kecapi, yaitu kecapi perahu (Kecapi Indung) dan kecapi siter. Kacapi Parahu adalah suatu kotak resonansi yang bagian bawahnya diberi lubang resonansi untuk memungkinkan suara keluar. Sisi-sisi jenis kacapi ini dibentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai perahu. Di masa lalu, kacapi ini dibuat langsung dari bongkahan kayu yang kemudian dipahat. Sementara itu, Kacapi Siter merupakan kotak resonansi dengan bidang rata yang sejajar. Kacapi siter ini serupa dengan kacapi parahu, lubangnya ditempatkan pada bagian bawah. Sisi bagian atas dan bawahnya membentuk trapesium. Untuk kedua jenis kacapi ini, tiap dawai diikatkan pada suatu sekrup kecil pada sisi kanan atas kotak.
Menurut fungsinya, dalam mengiringi musik, kecapi dimainkan sebagai kecapi indung dan kecapi anak (kecapi rincik). Kacapi indung memimpin musik dengan cara memberikan intro, bridges, dan interlude, juga menentukan tempo. Untuk tujuan ini, digunakan sebuah kacapi besar dengan jumlah dawai yaitu 18 atau 20 dawai. Kecapi indung yang berukuran rata-rata 30×120 cm berfungsi sebagai melodi ritmis atau pangjejer dalam bahasa Cianjuran.
Keberadaan kacapi rincik (kecapi anak) ini memperkaya iringan musik dengan cara mengisi ruang antarnada dengan frekuensi-frekuensi tinggi, khususnya dalam lagu-lagu yang bermetrum tetap seperti dalam kecapi suling atau Sekar Panambih. Untuk tujuan ini, digunakan sebuah kacapi yang lebih kecil dengan dawai yang jumlahnya sampai 15 dawai. Kecapi rincik ini berukuran rata-rata 20×60 sentimeter dan berfungsi sebagai melodi harmonis, yakni mengisi celah-celah di antara dua nada.
Perkembangan Alat Musik Kecapi
Pada dasarnya, alat musik kecapi ini sudah dikenal sejak berabad-abad yang lalu, yang berasal dari Negeri Cina (yang disebut Ghuzeng). Alat musik ini biasanya dipakai untuk membawakan lagu-lagu yang lebih lembut atau merdu. Sekarang, musik kecapi tidak hanya terkenal di Cina saja, tetapi sudah sering juga dimainkan oleh para pemusik tradisional di Indonesia. Di Indonesia, alat musik kecapi pertama kali di kenal dari daerah Sunda.
Dalam perkembangannya baik Kacapi Suling yang menggunakan Kacapi Parahu maupun Kacapi Siter, sering di pergunakan untuk mengiringi Narasi Sunda dalam acara Ngaras dan Siraman Panganten Sunda, Siraman Budak Sunatan, Siraman Tingkeban. Selain dimainkan sebagai alat musik instrumentalia, disajikan pula lagu-lagu yang rumpakanya disesuaikan dengan kebutuhan acara yang akan di laksanakan. Lagu yang disajikan diambil dari lagu-lagu tembang Sunda Seperti diantaranya Candrawulan, Jemplang Karang, Kapati-pati atau Kaleon dan sebagainya. Ada pula yang mengambil lagu-lagu kawih atau lagu Panambih pada tembang Sunda, seperti diantaranya Senggot Pangemat, Pupunden Ati dan sebagainya.
Di samping perangkat Kecapi dan Suling ada pula perangkat Kecapi Biola dan Kecapi Rebab yang membawakan lagu-lagu yang sama. Dalam penyajiannya, Kecapi memainkan bagian kerangka iramanya, sedangkan bagian lagunya di mainkan oleh Suling, Biola atau Rebab. Adapun tangga nada atau laras yang dalam Karawitan Sunda di sebut dengan Surupan, ada pula yang disebut dengan Salendro, Pelog dan Sorog.
Kesimpulan
Dilihat dari asal muasalnya, bentuk, dan cara memainkannya, antara kecapi Korea dengan kecapi Indonesia jelas memiliki kesamaan, yakni kedua kecapi tersebut sama-sama berasal dari Cina yang kemudian mengalami perubahan, terutama dari segi bentuknya. Selain itu, mayoritas kecapi berbentuk kotak horizontal yang di atasnya dipasang senar atau dawai-dawai. Cara memainkannya pun sama-sama dipetik, kecuali beberapa kecapi yang dimainkan dengan cara digesek, seperti ajaeng dan rebab.
Di Korea, ada kecapi yang memainkan melodi utama, ada juga yang berperan sebagai melodi pengiring. Demikian pula di Indonesia, ada kecapi indung yang berperan memimpin musik dengan cara memberikan intro, bridges, dan interlude, juga menentukan tempo, sedangkan kecapi anak (kecapi rincik) berperan sebagai pengiring musik, yang dilakukan dengan cara mengisi ruang antarnada dengan frekuensi-frekuensi tinggi, khususnya dalam lagu-lagu yang bermetrum tetap seperti dalam kecapi suling atau Sekar Panambih.
Dengan demikian, kini jelas bahwa ada satu hal lagi yang dapat mengeratkan hubungan Korea dan Indonesia, yakni melalui kebudayaan, khususnya alat musik kecapi, yang secara umum memiliki kesamaan, baik dari asal muasalnya ataupun cara memainkannya.
Kata kunci: gayageum, kecapi, Korea, Indonesia
Kecapi di Korea
Alat musik rakyat asli Korea telah berkembang sejak masa prasejarah sampai masa Silla Bersatu (668-935). Pada masa tiga kerajaan (57 SM – 668) beberapa jenis alat musik dari Asia Tengah diperkenalkan ke Korea. Alat musik Cina dari Dinasti Tang diperkenalkan di akhir periode Silla Bersatu dan dari Dinasti Song pada masa Dinasti Goryeo (918-1392), sehingga meningkatkan jumlah alat musik Korea. Para musisi Korea dapat melakukan eksperimen dengan alat-alat musik tersebut. Alat-alat musik Cina lama kelamaan diadaptasi menjadi alat musik Korea pada masa Dinasti Joseon (1392-1910).
Gayageum (hangul: 가야금. hanja: 伽倻琴) merupakan alat musik petik tradisional yang diciptakan oleh seorang raja dari Kerajaan Gaya pada 1500 tahun yang lalu. Berdasarkan babad Samguk Sagi (1145), alat musik ini diciptakan oleh raja ke-6 dari Kerajaan Gaya yakni Raja Gasil. Gayageum kemudian disebarkan ke Kerajaan Silla dan masih dimainkan hingga kini.
Gayageum terbuat dari belahan pohon Paulownidengan panjang 150cm dan lebar 30cm. Gayageum atau dikenal juga dengan sebutan kecapi di Korea ini dibedakan menjadi empat kelompok yaitu kelompok Hyang, kelompok Tang, kelompok alat musik istana, dan kelompok alat musik ‘Barat’. Kecapi kelompok Hyang terdiri atas gayageum (가야금) dan geomunggo (거뭉고). Gayageum adalah kecapi yang memiliki 12 buah senar dan ditemukan pada abad ke-6 di Kerajaan Gaya. Gayageum dibagi menjadi 2 jenis, yakni sanjo dan jeongak. Sanjo gayageum digunakan untuk pementasan musik solo dan jeongak gayageum untuk pementasan musik orkestra. Sementara itu, geomunggo adalah jenis kecapi yang memiliki 6 buah senar dan ditemukan di Kerajaan Goguryeo. Jenis geomungo dibagi dua jenis, yakni sanjo geomungo dan jeongak geomungo.
Kelompok kecapi Tang sebenarnya mempunyai dua spesifikasi, yaitu haegeum dan ajaeng kecapi. Akan tetapi, haegeum ini bentuknya menyerupai rebab, sehingga dapat dikatakan tidak termasuk kecapi. Walaupun demikian, berdasarkan salah satu sumber dari blog yang membahas “Alat Musik Tradisional Korea” menyebutkan bahwa haegeum termasuk dalam kecapi kategori Tang. (http://koreanholicmania.blogspot.com/2012/01/alat-musik-tradisional-korea.html) Sementara itu, ajaeng merupakan kecapi gesek yang bersenar tujuh. Ajaeng kecapi dibedakan lagi menjadi tiga jenis ajaeng yakni jeongak ajaeng, the sanjo ajaeng, dan daejaeng.
Di samping kelompok kecapi Tang dan Hyang, ada juga kecapi kelompok alat musik istana. Maksud dari kelompok kecapi yang dinamakan alat musik istana ini karena dua jenis kecapi ini lebih dominan digunakan di lingkungan istana. Kecapi yang sering dimainkan di istana ini terdapat dua jenis, yaitu geum dan seul. Geum merupakan jenis kecapi bersenar tujuh. Geum ini digunakan dalam pementasan musik istana pada zaman Dinasti Joseon, tetapi sekarang sudah tidak digunakan lagi. Sementara itu, seul adalah kecapi yang memiliki 25 senar dan saat ini tak lagi dimainkan. Alat musik ini digunakan dalam pementasan musik istana Dinasti Joseon. Satu lagi kelompok kecapi di Korea, yakni kecapi yang dikelompokkan ke dalam kelompok kecapi Barat. Untuk kelompok yang satu ini hanya ada satu jenis, yaitu yanggeum yang merupakan jenis kecapi (dulcimer) yang berasal dari Eropa dan masuk dari Cina pada abad ke-18. Dengan demikian, kecapi yang terkenal dan dimainkan dalam drama Korea “Heartstring” tersebut adalah gayageum, yang merupakan kecapi kelompok hyang.
Kecapi di Indonesia
Kecapi Indonesia yang berasal dari suku Sunda ini merupakan alat musik petik yang bentuk organologinya yaitu sebuah kotak kayu yang di atasnya berjajar dawai atau senar. Kotak kayu tersebut berguna sebagai resonatornya. Terdapat dua jenis kecapi dilihat dari fungsi dan bentuknya, yaitu kecapi siter dan kecapi parahu (Kecapi Indung). Kecapi siter digunakan untuk mengiringi lagu-lagu kawih, sedangkan kecapi parahu (indung) digunakan untuk mengiringi tembang Sunda (mamaos/Cianjuran).
Kata kacapi dalam Bahasa Sunda merujuk kepada tanaman sentul, yang dipercaya kayunya digunakan untuk membuat alat musik kacapi. Alat musik tradisional (kecapi) merupakan alat musik klasik yang selalu mewarnai beberapa kesenian di tanah Sunda, Jawa Barat. Sekilas tampaknya kecapi seperti alat musik sederhana, tetapi untuk membuatnya tidaklah gampang. Untuk bahan bakunya saja terbuat dari kayu Kenanga yang terlebih dahulu direndam selama tiga bulan. Sementara senarnya, kalau ingin menghasilkan nada yang bagus, harus dari kawat suasa (logam campuran emas dan tembaga), seperti kecapi yang dibuat tempo dulu. Berhubung suasa saat ini harganya mahal, senar Kecapi sekarang lebih menggunakan kawat baja.
Nada dalam kecapi Sunda memiliki lima tangga nada (pentatonis) yaitu Da (1), Mi (2), Na (3), Ti (4), dan La (5). Biasanya kecapi Sunda selalu dimainkan bersamaan atau dengan suling Sunda yang terbuat dari bambu. Alunan musik yang mengalir akan terasa mempesona pada telinga kita jika di mainkan keduanya.
Ada dua macam bentuk musik kecapi, yaitu kecapi perahu (Kecapi Indung) dan kecapi siter. Kacapi Parahu adalah suatu kotak resonansi yang bagian bawahnya diberi lubang resonansi untuk memungkinkan suara keluar. Sisi-sisi jenis kacapi ini dibentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai perahu. Di masa lalu, kacapi ini dibuat langsung dari bongkahan kayu yang kemudian dipahat. Sementara itu, Kacapi Siter merupakan kotak resonansi dengan bidang rata yang sejajar. Kacapi siter ini serupa dengan kacapi parahu, lubangnya ditempatkan pada bagian bawah. Sisi bagian atas dan bawahnya membentuk trapesium. Untuk kedua jenis kacapi ini, tiap dawai diikatkan pada suatu sekrup kecil pada sisi kanan atas kotak.
Menurut fungsinya, dalam mengiringi musik, kecapi dimainkan sebagai kecapi indung dan kecapi anak (kecapi rincik). Kacapi indung memimpin musik dengan cara memberikan intro, bridges, dan interlude, juga menentukan tempo. Untuk tujuan ini, digunakan sebuah kacapi besar dengan jumlah dawai yaitu 18 atau 20 dawai. Kecapi indung yang berukuran rata-rata 30×120 cm berfungsi sebagai melodi ritmis atau pangjejer dalam bahasa Cianjuran.
Keberadaan kacapi rincik (kecapi anak) ini memperkaya iringan musik dengan cara mengisi ruang antarnada dengan frekuensi-frekuensi tinggi, khususnya dalam lagu-lagu yang bermetrum tetap seperti dalam kecapi suling atau Sekar Panambih. Untuk tujuan ini, digunakan sebuah kacapi yang lebih kecil dengan dawai yang jumlahnya sampai 15 dawai. Kecapi rincik ini berukuran rata-rata 20×60 sentimeter dan berfungsi sebagai melodi harmonis, yakni mengisi celah-celah di antara dua nada.
Perkembangan Alat Musik Kecapi
Pada dasarnya, alat musik kecapi ini sudah dikenal sejak berabad-abad yang lalu, yang berasal dari Negeri Cina (yang disebut Ghuzeng). Alat musik ini biasanya dipakai untuk membawakan lagu-lagu yang lebih lembut atau merdu. Sekarang, musik kecapi tidak hanya terkenal di Cina saja, tetapi sudah sering juga dimainkan oleh para pemusik tradisional di Indonesia. Di Indonesia, alat musik kecapi pertama kali di kenal dari daerah Sunda.
Dalam perkembangannya baik Kacapi Suling yang menggunakan Kacapi Parahu maupun Kacapi Siter, sering di pergunakan untuk mengiringi Narasi Sunda dalam acara Ngaras dan Siraman Panganten Sunda, Siraman Budak Sunatan, Siraman Tingkeban. Selain dimainkan sebagai alat musik instrumentalia, disajikan pula lagu-lagu yang rumpakanya disesuaikan dengan kebutuhan acara yang akan di laksanakan. Lagu yang disajikan diambil dari lagu-lagu tembang Sunda Seperti diantaranya Candrawulan, Jemplang Karang, Kapati-pati atau Kaleon dan sebagainya. Ada pula yang mengambil lagu-lagu kawih atau lagu Panambih pada tembang Sunda, seperti diantaranya Senggot Pangemat, Pupunden Ati dan sebagainya.
Di samping perangkat Kecapi dan Suling ada pula perangkat Kecapi Biola dan Kecapi Rebab yang membawakan lagu-lagu yang sama. Dalam penyajiannya, Kecapi memainkan bagian kerangka iramanya, sedangkan bagian lagunya di mainkan oleh Suling, Biola atau Rebab. Adapun tangga nada atau laras yang dalam Karawitan Sunda di sebut dengan Surupan, ada pula yang disebut dengan Salendro, Pelog dan Sorog.
Kesimpulan
Dilihat dari asal muasalnya, bentuk, dan cara memainkannya, antara kecapi Korea dengan kecapi Indonesia jelas memiliki kesamaan, yakni kedua kecapi tersebut sama-sama berasal dari Cina yang kemudian mengalami perubahan, terutama dari segi bentuknya. Selain itu, mayoritas kecapi berbentuk kotak horizontal yang di atasnya dipasang senar atau dawai-dawai. Cara memainkannya pun sama-sama dipetik, kecuali beberapa kecapi yang dimainkan dengan cara digesek, seperti ajaeng dan rebab.
Di Korea, ada kecapi yang memainkan melodi utama, ada juga yang berperan sebagai melodi pengiring. Demikian pula di Indonesia, ada kecapi indung yang berperan memimpin musik dengan cara memberikan intro, bridges, dan interlude, juga menentukan tempo, sedangkan kecapi anak (kecapi rincik) berperan sebagai pengiring musik, yang dilakukan dengan cara mengisi ruang antarnada dengan frekuensi-frekuensi tinggi, khususnya dalam lagu-lagu yang bermetrum tetap seperti dalam kecapi suling atau Sekar Panambih.
Dengan demikian, kini jelas bahwa ada satu hal lagi yang dapat mengeratkan hubungan Korea dan Indonesia, yakni melalui kebudayaan, khususnya alat musik kecapi, yang secara umum memiliki kesamaan, baik dari asal muasalnya ataupun cara memainkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar